Peserta Muktamar NU Setuju Gubernur Dipilih oleh DPRD

Friday, March 26, 2010
Laporan: Antara
JUMAT, 26 MARET 2010 | 17:52 WITA

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Komisi Perundang-undangan pada Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama (NU) merekomendasikan untuk mendukung rencana pemerintah mengembalikan pemilihan gubernur yang ditentukan oleh DPRD, bukan pemilihan langsung oleh rakyat.

"NU mendukung revisi pemilihan gubernur itu dipilih DPRD dan dari tiga nama yang terpilih kemudian diajukan ke Presiden untuk ditentukan satu orang sebagai gubernur," kata Ketua Komisi Perundang-undangan Prof Dr KH Ridwan Lubis di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Jumat (26/03/2010).

Menurut dia, pendukungan pengembalian pemilihan gubernur di tingkat DPRD itu dilakukan pihaknya untuk tujuan dapat mengurangi biaya pemilu, sekaligus memacu parpol untuk dapat menyiapkan kader-kader terbaiknya di DPRD.
"Kader parpol yang terbaik itu yang nantinya bertugas untuk memilih gubernur yang layak, bukan karena politik uang," ucapnya.
Dia mengatakan, dalam Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah (Otoda), disebutkan bahwa gubernur, bupati dan walikota itu dipilih oleh rakyat. Sementara NU mengartikan pemilihan itu, ada yang dipilih langsung dan ada yang dipilih oleh wakil-wakil rakyat secara berjenjang.
Menanggapi adanya krisis kepercayaan terhadap lembaga legislatif untuk mememilih gubernur yang layak dan kompeten, ia mengatakan, hal itu tidak dapat dipungkiri. Namun kini parpol perlu diajak untuk meningkatkan kualitas anggotanya di DPRD, demi kehidupan demokrasi ke depan yang lebih baik.
"Selama ini, demokrasi kita sudah berjalan 12 tahun, tapi masih terseok-seok," ujarnya seperti dikutip Antara.
Karena itu, lanjut dia, tujuan dukungan itu bukan untuk mengebiri semangat Otoda, melainkan agar demokrasi berjalan sehat dan tidak tertatih-tatih seperti yang terjadi selama ini.
Selain merekomendasikan pemilihan gubernur dikembalikan ke DPRD, Ridwan mengatakan, komisi yang baru pertama kalinya ada pada muktamar setelah mendapat rekomendasi pada muktamar sebelumnya, juga membahas 11 topik yang lain.
Dari topik tersebut lahir tiga poin sikap NU menyikapi perundang-undangan yang ada. Pertama, hukum nasional yang dipandang NU relevan dengan aspirasi umat Islam. Kedua, undang-undang yang baik menurut NU dan baik untuk kepentingan nasional, perlu didukung bersama.
"Ketiga, ada hal-hal yang layak untuk diundangkan, tapi belum punya undang-undang. Salah satunya yang kami ajukan adalah RUU Perlindungan Kehidupan Beragama (PKB)," katanya.
Hal itu, kata dia, dinilai penting mengingat bangsa Indonesia merupakan bangsa religius dan perlu mendapatkan perlindungan melaksanakan kebebasan beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing, sepanjang tidak mengganggu kerukunan umat beragama secara nasional.(*)

0 comments:

Post a Comment

banner125125 d'famous_125x125 ads_box ads_box ads_box