Banyak pihak dinilai intervensi Muktamar NU

Friday, March 26, 2010
Edisi : Kamis, 25 Maret 2010 , Hal.1
Makassar (Espos) Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama (NU) di Makassar dinilai banyak intervensi.

Berbagai kepentingan mencoba membonceng muktamar para ulama itu.

Kesan intervensi ini diungkapkan mantan Wakil Sekjen PBNU Masduki Baidlowi. Menurut Masduki, saking banyaknya intervensi, Muktamar NU kali ini tak ubahnya seperti Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat tahun 1994.

”Muktamar kali ini tidak ubahnya seperti Muktamar Cipasung. Yaitu sangat kuat intervensi pihak luar untuk mengacak-acak organisasi NU,” kata Masduki di sela-sela Muktamar di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (24/3).

Masduki mengatakan pihak luar itu menuduh seakan-akan pengurus PBNU sekarang bekerja dan bertindak tidak berdasar prinsip khitah.

Tuduhan itu, imbuh Masduki, mempengaruhi cabang-cabang dan wilayah yang mempunyai hak suara dalam pemilihan pengurus yang baru nanti.

Bentuk intervensi lain adalah para tim sukses Pilkada dari berbagai daerah yang berdatangan ke Muktamar. Mereka dinilai ingin mempengaruhi internal NU untuk mendukung atau merestui calon-calon tertentu di daerah.

”Caranya dengan mendatangkan tim-tim sukses dari bupati-bupati ke arena muktamar.” katanya.

Kader-kader dan pimpinan sejumlah Parpol juga dikerahkan di arena Muktamar. Tujuannya agar pasangan calon tertentu yang ”direstui dari atas” itu sukses di lapangan.

”Intervensi pihak luar ini sangat berbahaya dan membahayakan masa depan NU. Padahal tujuan mereka hanyalah tujuan pragmatis demi kepentingan sesaat,” tukasnya.

Sementara itu, sejumlah isu dibahas dalam Muktamar tersebut. Misalnya soal pernikahan. Soal usia pernikahan, UU Perkawinan tahun 1974 menyebutkan, bagi perempuan harus berumur minimal 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. Namun, bagi NU, tidak ada batasan usia untuk pernikahan dalam Islam.

”Tidak ada batasan usia pernikahan dalam Islam,” demikian jawaban atas rumusan pertanyaan soal batas usia pernikahan, baik bagi pria atau wanita yang akan dibahas dalam naskah rancangan keputusan Komisi Bahsul Masail Diniyah Waqi’iyyah, Rabu.

Sementara, akad nikah melalui alat elektronik juga dibahas. Kasus ini telah terjadi di Arab Saudi, yakni menikah dengan menggunakan fasilitas telepon atau cybernet.

Draf atau naskah rancangan keputusan Komisi Bahsul Masail Diniyah Waqi’iyyah memberi hukum tidak sah bagi akad nikah melalui alat elektronik.

Selain soal nikah, tim perumus juga membuat jawaban atas pertanyaan soal sah-tidaknya pelaksanaan akad jual-beli yang berada di majelis terpisah, tetapi menggunakan alat elektronik. Jawabannya adalah, akad jual beli melalui alat elektronik hukumnya ada dua.

”Jika mabi’ (barang yang dijual) sudah dilihat dengan jelas oleh kedua belah pihak sebelum melakukan transaksi maka hukumnya sah. Kedua, jika mabi’ belum dilihat dengan jelas maka hukumnya tidak sah, kecuali apabila mabi’ dijelaskan sifat dan jenisnya,” terang draf itu. - Oleh : Ant/dtc

0 comments:

Post a Comment

banner125125 d'famous_125x125 ads_box ads_box ads_box