Jangan Gadaikan NU Untuk Kepentingan

Friday, March 26, 2010

Posted in Berita Utama by Redaksi on Maret 26th, 2010

Jakarta (SIB)
Beredarnya isu intervensi pihak luar dalam muktamar NU ke-32 di Makassar membuat muktamirin harus waspada. Daya tahan muktamirin perlu diperkuat agar tidak mudah terkoptasi dengan menggadaikan NU untuk kepentingan pihak luar.
“Saya berharap muktamirin punya ketahanan kuat, jangan sampai mau dikooptasi. Jangan gadaikan NU untuk kepentingan pihak luar, tergoda rayuan kenikmatan sesaat, tapi merusak organisasi sendiri,” kata mantan ketua FPKB Taufikurrahman Saleh kepada wartawan di Makassar, Kamis (25/3/2010).
Menurut Taufik, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang diidentikan dengan partainya warga nadliyin dinilai telah terkooptasi oleh kekuasaan. Bila sekarang ada sinyalemen kuat NU juga diintervensi, tentunya akan merusak masa depan organisasi kaum sarungan ini.
Kemungkinan masuknya intervensi ini bisa saja terjadi karena NU merupakan organisasi besar yang memiliki pengaruh kuat. “Bagi pihak luar yang ingin mengintervensi muktamar, biarkanlah NU memutuskan masa depannya sendiri. NU sangat tahu siapa sebenarnya pemimpin yang dibutuhkan NU saat ini dan sesuai dengan tuntutan zaman,” ujarnya
Peserta Bahas Komisi
Setelah merampungkan agenda sidang pleno yang mendengarkan pertanggungjawaban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2005-2010, para peserta Muktamar pun memasuki tahap berikutnya. Beberapa komisi sudah disiapkan, di antaranya komisi bahsul masa’il (pembahasan masalah), Rekomendasi, dan komisi UU.
Pembahasan persoalan itu dibagi ke dalam enam komisi, yaitu Komisi A, Maudlu’iyah yang membahas masalah tematik, Komisi B, Waqi’iyah yang membahas masalah aktual, Komisi C, Qonuniyyah yang membahas masalah perundang-undangan, Komisi D, Organisasi yang membahas AD/ART, Komisi E, tentang materi program dan Komisi F, soal rekomendasi masalah umum.
Sejumlah masalah yang akan dibahas secara mendalam dalam segi hukum (fiqih) Islam, yaitu soal hukum penyadapan, batas usia anak menikah, akad nikah dan jual beli melalui media elektronik, sikap mengkafirkan dan bid’ah. Selain itu juga membahas soal produk perundang-undangan dinamai Komisi Qonuniyyah.
Begitu juga soal berkembangnya sejumlah pemikiran keagamaan baru yang dianggap mulai mengkhawatirkan sejumlah kalangan masyarakat. Selain itu persoalan pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik dan hukum juga ikut dibahas. Para muktamirin tengah melakukan diskusi yang tersebar di beberapa lokasi pertemuan.
LPJ Hasyim Dikritik Soal Politik Praktis dan Disharmoni Internal
Sidang pleno pertanggungjawaban Ketum PBNU 2004-2009 Hasyim Muzadi ditutup pukul 12.00 WITA. Semua DPW menerima laporan Hasyim meskipun ada beberapa DPW yang memberika sejumlah catatan terkait politik praktis dan ketidakharmonisan di internal NU dibawah kepemimpinanya.
Pantauan detikcom di lokasi muktamar, dari 33 PWNU, tiga PWNU yakni DIY, Kalsel, dan Sulsel menyoroti ketidak-harmonisan internal NU. Utamanya hubungan pimpinan dewan tanfidziyah dengan syuriah selama beberapa tahun belakangan. Hal ini disebabkan karena adanya gesekan antara NU dengan dunia politik praktis.
“Ketidakharmonisan itu tidak perlu ditiru, program NU hebat hingga tingkat internasional, sangat disayangkan hubungan antara syuriah dengan tanfidziyah tidak harmonis. NU harus kembali ke khitah NU Tahun 1926 dengan kekuatan ulama,” Kritik Ketua PWNU DIY Syafir Alie dalam pandangan umumnya menanggapi LPJ Hasyim di Muktamar NU Ke-32 di Makassar, Kamis (25/3).
Sementara itu Ketua PWNU Sulsel, Ahmad Zein mengkritisi banyaknya kitab kuning yang sudah mulai keluar dari alur Ahlussunnah Waljamaah. Menurutnya perlu dilakukan penyeragaman dan pengecekan ajaran di dalam kitab kuning.
“Ke depan para ulama NU harus disatukan agar bisa mencerdaskan umat. Para ulama juga perlu diorientasi tingkat keulamaannya agar punya dasar kuat dan pengalaman ibadahnya cukup menjadi ulama,” terang Zein.
Sementara itu, semua Ketua Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Australia menerima laporan pertanggungjawaban Hasyim tanpa catatan. “Kami menerima,” ujar Ketua PCI Australia Muhammad Taufiq Prabowo.
Sidang Pleno LPJ Hasyim dijadwalkan akan ditutup pukul 22.00 WITA. Namun, karena sidang selesai lebih awal, agenda selanjutnya akan segera ditindaklanjuti dengan rapat-rapat komisi. Rencannya, pemilihan ketua umum akan dilakukan pada Sabtu 27 Meret mendatang.
Menggangu, Panitia Minta Kandidat Ketum Copot Spanduk
Menjelang dan selama pelaksanaan muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-32 di Asrama Haji, Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan dipenuhi sejumlah poster, umbul-umbul dan spanduk para kandidat Ketua Umum PBNU. Namun, karena mendapatkan kritik, panitia pelaksana muktamar memerintahkan spanduk-spanduk itu dicopot.
Perintah pencopotan spanduk para kandidat Ketua Umum PBNU ini merupakan salah satu keputusan yang dikeluarkan dan ditandatangani ketua panitia muktamar NU-32, KH Hafidz Usman, dalam sidang pleno di Muktamar NU-32, Asrama Haji, Sudiang, Makassar, Kamis (25/3).
“Kandidat yang mengkampanyekan dirinya melalui spanduk-spanduk, baik yang berada di dalam arena muktamar maupun di luar agar dengan penuh kesadaran dan pengertian untuk mencabut spanduk-spanduk itu,” kata Hafidz saat membacakan surat keputusan itu di sela-sela mendengarkan pemandangan umum dan tanggapan atas laporan pertanggugjawaban Ketua Umum PBNU periode 2005-2010 ini.
Menurut Hafidz, permintan untuk mencopot spanduk para kandidat ketua umum ini merupakan usulan dan kritikan dari para peserta muktamar. Bahkan, beberapa waktu sebelumnya KH Mustofa Bisri menilai penyelenggaraan muktamar kali ini diibaratkan seperti penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), karena penuhnya poster dan spanduk tersebut.
Seperti diketahui, sebelum memasuki areal muktamar, di sepanjang Jl Goa Ria dan Jl Asrama Haji, Sudiang, sudah banyak spanduk dan poster para kandidat yang terpampang. Di antaranya kandidat KH Said Aqil Siradj, KH Solahuddin Wahid, KH Masdar Farid Mas’udi, Slamet Effendi Yusuf, Ali Maschan Musa dan Ulil Absar Abdalla, kecuali Ahmad Bagdja yang memang tak satupun memasang spanduk.
Sampai berita ini dilaporkan, spanduk-spanduk ini masih terpasang di jalan-jalan tersebut hingga di tempat arena muktamar. Para petugas keamanan internal NU mengaku belum tahu ada perintah untuk mencopotnya. “Saya belum tahu mas, mungkin nanti kita koordinasikan dahulu,” ungkap salah sorang petugas keamanan NU ini kepada detikcom.
Gus Mus: Jangan Ubah Tradisi, Rais Am Maqomnya Sesepuh NU
Anggota Mustasyar (dewan pertimbangan) PBNU KH Mustofa Bisri menyayangkan adanya beberapa kelompok yang ingin mengubah tradisi dan budaya NU dalam menentukan Rais Am PBNU. Dari dulu sampai sekarang, posisi Rais Am selalu menjadi wilayah kiai sepuh yang jauh dari aktivitas politik praktis.
“Ini ramai karena baru sekarang ada calon Rais Am mencalonkan diri. Awalnya tidak pernah ada. Lain, Rais Am dan ketua tanfidziyah dalam tradisi dan budayanya. (Rais Am) Itu kan maqomnya sesepuh NU,” katanya Gus Mus Panggilan akrab KH Mustafa Bisri.
Gus Mus menyampaikan hal itu seusai melakukan pertemuan empat mata dengan KH MA Sahal Mahfudz di tempat tinggal sementara, Jl Mapala AP Pettarani, Makassar, Kamis (25/3).
Menurut Gus Mus, wacana menghidupkan kembali sistem pemilihan ahlulhalli wal aqdi (ditunjuk kiai senior untuk memutuskan) merupakan cara yang pas dan elegan dalam menentukan Rais Am. Apalagi cara itu sudah menjadi tradisi yang turun temurun di NU.
“Karena ada yang mau mengubah tradisi dan budaya itu, cara itu bisa (ahlulhalli wal aqdi). Yang penting bagi saya jangan merusak tatanan budaya dan tradisi NU. Dalam tradisi NU itu ada pameo:
Almuhafadzhah alal qadimissoleh wal akhdzu biljadidil aslah, menjaga tradisi budaya lama yang masih relevan, mengambil sesuatu yang baru yang pas,” terangnya.
Saat ditanya materi apa saja yang dibahas dalam pertemuan dengan Kiai Sahal, Gus Mus menjawab diplomatis. “Ya hanya silaturahmi saja, silaturahmi biasa,” jawabnya sembari tersenyum.
Saat ditanya soal isu penolakan KH Hasyim Muzadi karena dikhawatirkan akan kembali membawa NU ke panggung politik praktis, Gus Mus menyerahkan penilaian tersebut kepada masyarakat. Saat ini, lanjutnya, masyarakat sudah bisa menilai prilaku para tokohnya.
“Yang bisa nilai kan orang yang melihat, apakah kelakuannya (Hasyim) berpolitik praktis, apa tidak. Penilaian itu pasti ada petunjuknya atau faktanya. Silakan saja orang menilai,” pungkasnya.
Gus Sholah: Tak Ada Sistem Paket, Rais Am Terserah Muktamirin
Isu adanya sistem paket dalam pemilihan Rais Am dan Ketua Umum Tanfidziyah PBNU dibantah KH Sholahudin Wahid. Salah satu calon ketua umum PBNU ini menegaskan bahwa pihaknya tidak membuat deal paket dengan kandidat tertentu dalam pemilihan Rais Am dan Ketua Umum PBNU.
“Tidak ada paket-paketan. Rais Am dan Ketua Umum semua serahkan pada muktamirin,” kata Gus Sholah, sapaan akrab KH Sholahudin Wahid kepada wartawan di arena muktamar di Makassar, Kamis (25/3).
Sholah tidak mempersoalkan siapapun yang menjadi Rais Am. Sebab, semua yang menentukan adalah muktamirin. Sebagai tanfidziyah, jika dipercaya memegang posisi ketua umum PBNU, Gus Sholah akan menjalankan amanat organisasi dengan Rais Am siapapun.
“Rais Am itu pimpinan tertinggi organisasi. Kalau terpilih saya tentu harus siap menjalankan amanat organisasi. Siapa pun Rais Am yang terpilih, saya harus patuh dan taat sesuai garis organisasi,” paparnya.
Menurut adik kandung Gus Dur ini, jika sistem paket Rais Am-Ketua Umum PBNU dipaksakan, dikhawatirkan bisa berdampak negative. Sebab, pola ini akan berpotensi membenturkan beberapa kelompok sehingga bisa menimbulkan perpecahan.
“Sebab, antara kiai dengan kelompok kiai yang lain bisa berbeda. Atau antara pimpinan PCNU yang satu dengan pimpinan PCNU yang lain,” pungkas pengasuh Ponpes Tebuireng ini.
Sebelumnya sempat beredar isu sistem paket dalam pemilihan Rais Am dan Ketua Umum Tanfidziyah PBNU. Gus Sholah dikabarkan satu paket dengan KH Hasyim Muzadi dan Said Aqil satu paket dengan KH Sahal Mahfudz. Namun, semua orang yang disebut dalam isu itu membantah sistem paket ini.
KH Ma’ruf Amin Siap Jadi Rais Am Jika Diminta
Perebutan kursi Rais Am PBNU makin seru saja. Tidak hanya KH Maimun Zubair yang menyatakan kesiapannya menjadi Rais Am, nggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Ma’ruf Amin pun dengan senang hati akan bersedia jika diminta muktamirin menjadi Rais Am.
“Jika memang diberi amanat, saya siap,” kata Ma’ruf usai menerima perwakilan pengurus NU wilayah Lampung dan Banten di kawasan Muktamar NU ke-32 di Asrama Haji Embarkasi Makassar, Sudiang, Makassar, Kamis (25/3).
Ma’ruf Amin yang juga menjadi salah satu ketua MUI ini menyatakan bersedia menjadi Rais Am, dan bersedia mundur dari posisinya sekarang jika muktamirin memilihnya menjadi orang nomor 1 yang menduduki jabatan tertinggi di organisasi Nahdlatul Ulama (NU) tersebut.
Kiai Ma’ruf sudah sejak tahun 1989 aktif di NU, khususnya setelah Muktamar NU di Krapyak, Yogyakarta. Saat ini, Ma’ruf masih menjabat sebagai Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Ketika ditanya soal adanya intervensi pihak kekuasaan dalam muktamar NU kali ini, kiai asal Banten ini pun menyatakan kemungkinan itu bisa saja terjadi. “Tapi sejauh mana kemungkinan itu saya tidak tahu,” kata Ma’ruf.
Walau begitu, lanjut Ma’ruf, hubungan NU dengan pemerintah harus tetap dijaga, yang tentunya bukan dalam konteks hegemoni-kooptasi. “Cara berpikir NU dari dulu memang begitu. Selama tidak melampaui batas, mau diberi nasihat dan tuntunan, maka NU tidak membuat jarak dengan penguasa,” tandasnya.
Ma’ruf juga menegaskan, tidak ada hubungan sama sekali keberadan dirinya sebagai Wantimpres sebagai alat pemerintah. “Mungkin presiden berkepentingan memperoleh nasehat dari saya. NU punya akses politik dengan siapa pun dan saya tetap independen, tetap khittah NU, tetap berpegang pada fiqrah nahdliyyah,” terangnya.
“Itu landasan warga NU. Tapi boleh saja orang mengisukan ada intervensi, khususnya untuk jabatan Rais Am yang memang harus steril dari politik,” pungkasnya.
Dengan kesiapan KH Ma’ruf Amin dan KH Maimun Zubair menjadi Rais Am, jumlah kandidat Rais Am kembali bertambah menjadi 4 orang. Padahal, sebelumnya yang santer dibicarakan menjadi Rais Am hanya KH Sahal Mahfudz dengan KH Hasyim Muzadi.
Protes Kepada Lily Wahid Hingga Gerakan Anti Money Politics
Di tengah-tengah pelaksanaan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-32 di Asrama Haji Sudiang, Makassar, seseorang yang mengaku anggota Pagar Nusa Makassar membakar jas hitam. Aksinya itu disaksikan sejumlah peserta muktamar, kiai dan perwakilan NU yang tengah istirahat.
Aksi anggota Pagar Nusa, yang bernama A Jamal KM alias Om Betel ini dilakukan persis di depan aula besar di areal Asrama Haji itu, Kamis (25/3/2010) sore. Kedatangan Jamal ini awalnya sempat tidak diperhatikan, karena dia datang dengan mengenakan jubah warna hitam, peci putih dan membawa dua bungkusan, yang satu berisi baju jas dan satu lagi seperti payung yang dibungkus kain.
Saat itu, sejumlah kiai, ulama dan peserta muktamar sedang duduk-duduk santai di bawah tenda besar tengah asyik mengobrol. Tiba-tiba, seseorang seperti memberikan aba-aba, mengatakan, “Sudah siap, belum,” di depan sejumlah wartawan elektronik yang tengah menyiapan peralatan.
Awalnya, ocehan Jamal tak dihiraukan orang, namun ketika dia mulai membacakan sebuah pernyataan yang dituangkan dalam kertas. Baru para muktamirin paham dan langsung menghampirinya untuk melihat dari dekat. Jamal dalam pernyataan sikapnya ini membagikan surat itu kepada muktamirin.
“Kami dari Pagar Nusa Kota Makassar sangat kecewa mendengar dan membaca koran Tribun tanggal 25 Maret 2010 yang membuat berita bejudul ‘Uang Century Beredar di Muktamar NU’”. Kami mengecam pernyataan ibu Lily Wahid atas tudingan ini. Kami minta Ketua PBNU bertindak tegas terhadap penghinaan Ibu Lily Wahid terhadap eksistensi NU,” katanya setengah berteriak.
Setelah itu, Jamal mengeluarkan korek api gas dan membakar jas hitam itu. Aksinya itu sempat akan dilarang, namun para peserta membiarkannya sambil menunggu aksi itu berhenti. Sejenak kemudian, sejumlah aparat kepolisian yang menyamar di lokasi pun sempat melakukan pengawasan.
Selain itu, ditengah muktamar juga banyak rilis yang mampir ke ruang Media Center Muktamar NU ke-32. Di antaranya rilis yang berkop Gerakan Penyelamat Nahdlatul Ulama. Dalam rilisnya itu, disebutkan empat kandidat Ketua Umum PBNU telah menandatangani surat anti money politics.
“Komitmen tersebut kamu wujudkan dalam bentuk tanda tangan surat pernyataan anti money politics pada semua kandidat yang kini mencalonkan maupun dicalonkan,” kata Ketua GPNU M Khoirul Rijal dalam rilisnya itu.
GPNU juga dalam rilisnya melampirkan copy-an surat pernyataan Anti Money Politics yang ditandatangani KH Solahuddin Wahid, KH Said Aqil Siradj, KH Masdar Farid Mas’udi dan KH Ahmad Bagdja. (detikcom/g)

STMIK & AMIK LOGIKA

0 comments:

Post a Comment

banner125125 d'famous_125x125 ads_box ads_box ads_box