Rabu, 24 Maret 2010 00:52 WIB
Makassar, (tvOne)
Makassar, (tvOne)
| ||||
|
|
WASPADA ONLINE "Karena kekuatan NU ada pada kiai dan ulama," kata kandidat ketua umum PBNU itu, malam ini. Sementara, katanya, agar roda organisasi dapat berjalan optimal, maka perlu diberdayakan juga jajaran tanfidziyah selaku pelaksana kebijakan organisasi beserta badan otonom, lembaga, dan lajnah atau biro sesuai bidang garapan masing-masing. Untuk program NU ke depan, katanya, NU harus lebih serius memperkuat bidang ekonomi dan pendidikan. "Dengan demikian NU akan menjadi solusi terhadap problem yang dihadapi umat," tegasnya. Sebelumnya Muktamar NU ke-32 yang diselenggarakan hari ini di Makassar, di buka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan dihadiri oleh beberapa tokoh nasional, diantaranya yakni Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Editor: HERU SUSILO PRAYETNO |
Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) 1984 menetapkan kembalinya organisasi NU ke Khittah NU 1926. Khittah itu mencakup banyak hal, antara lain dasar-dasar faham keagamaan NU; sikap kemasyarakatan NU; perilaku yang dibentuk oleh dasar dan sikap tersebut di atas, serta NU dan kehidupan berbangsa.
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Usia Prof KH Ali Yafie sudah memasuki 84 tahun. Kecintaan ulama sepuh kelahiran Donggala, Sulawesi Tengah, 1 September 1926, ini terhadap Nahdlatul Ulama (NU) tak luntur.
MAKASSAR, KOMPAS.com — Salah satu calon ketua PBNU yang ikut bertarung pada Muktamar Ke-32 NU di Makassar adalah KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah. Mantan calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2004 ini menuturkan gagasannya tentang NU. Berikut wawancara Tribun Timur dengan Gus Solah yang dilakukan dalam perjalanan menuju markas tim pemenangannya di Sudiang, Senin (22/3/2010) tengah malam.
Sebagai calon ketua PBNU di muktamar ini, Anda tentu punya tim sukses. Dari mana saja mereka berasal?
Tim kami berasal dari banyak daerah. Ada dari Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar, dan bahkan Malaysia. Daerah lainnya juga ada. Tim ini bertugas untuk mengomunikasikan gagasan kami sekaligus juga untuk memfasilitasi kebutuhan mereka. Mereka bertugas sejak lima bulan lalu. Yang mengoordinasikan adalah Syaifullah Maksum, mantan anggota DPR RI dari PKB, pernah Sekjen Anshor.
Sejak kapan tim ini terbentuk?
Saya ceritakan dulu asal muasal mengapa saya mau jadi calon ketua. Pada akhir Oktober tahun lalu, saya didatangi dua kiai besar dari Jawa Timur. Kiai ini mewakili kiai lainnya. Mereka bilang, Anda harus mencalonkan, harus bertanggung jawab atas organisasi yang pernah dipimpin kakak Anda. Akhirnya saya maju. Akhir Oktober, kami mulai bergerak ke berbagai daerah, termasuk di Sulawesi Selatan.
Di antara calon lain, siapa yang menurut Anda paling kuat?
Semuanya kuat. Sama rata. Tapi lima bulan terakhir ini, kami yakin sudah imbang dengan Pak Said. Beliau kan rajin bertemu dengan Nahdliyin, sedangkan saya ini dulu lebih banyak dikenal di media. Makanya saya banyak turun. Minggu ketiga saya sudah bertemu dengan KH Sanusi Baco (pada Senin pagi, Gus Solah berziarah ke makam Anre Gurutta Ambo Dalle di Barru dan berencana untuk berziarah ke makam Puang Ramma). Setiap kunjungan, ada juga Pak Slamet dan Pak Masdar.
Bukannya dengan mereka Anda bersaing?
Ya. Memang bersaing, tapi kami sama-sama punya tujuan yang jelas. Dengan mereka, kami ada kesepakatan tak tertulis, siapa saja yang mendapat dukungan 99 suara, maka yang lainnya harus mendukung.
Bagaimana dengan Makassar dan Sulawesi Selatan. Mereka juga mendukung Anda?
Makassar atau Sulawesi Selatan belum saya tahu perkembangannya. Tapi insyah Allah mereka sevisi dengan kami.
Anda sendiri punya visi dan misi apa terhadap NU?
Saya sering ditanya demikian, tapi saya mau balik pertanyaan itu: NU itu apa? Menurut saya, NU itu ada empat. Pertama, ajaran. Ajaran Ahlu Sunnah wal Jamaah di NU ini sudah lama ada, jauh sebelum negara ini terbentuk. Bahkan, beberapa prinsip negara kita ini banyak dikembangkan dari ajaran Aswaja yang disebarkan para ulama. Kedua, NU itu warga.
Saya tak punya data yang lengkap. Ada yang bilang 35 ada pula bilang 40 persen umat Islam di Indonesia mengaku sebagai NU. NU kultural. Itu berarti NU itu merupakan potensi untuk menjadi kekuatan masyarakat sipil yang besar. Ketiga, NU itu ulama dan pesantren. Kita mengenai sekolah pada awal-awal 90-an. Apakah sebelum itu tidak ada pendidikan di Indonesia? Ada dan itu dilakukan oleh ulama melalui pesantren. Jadi ulama dan pesantren itu punya peran besar terhadap negara ini, bahkan sampai sekarang.
Ulama yang merumuskan arah bangsa ini, bukan profesor atau ilmuwan lain. Ulama yang menjadikan Islam di Indonesia moderat dan toleran, dan itu berarti kita harus balas jasa mereka. Keempat, NU itu organisasi. Namanya organisasi, ya harus melayani kepentingan ajaran, warga, ulama, dan pesantren.
Ke depan, organisasi NU itu harus banyak pada penekanan ekonomi berbasis Ahlu Sunnah Waljamaah. Kalau ICMI bisa bikin Bank Muamalat, kita juga harus bisa. Syaratnya, mau dan berusaha. NU harus punya pasar. NU harus punya sekolah, NU harus punya rumah sakit agar NU makin kuat sekaligus harus aktif mendistribusikan rahmat Allah di bumi.
Saya tegaskan, NU tidak akan jadi partai politik dan kita bukan sebagai oposisi pemerintah. Tapi juga bukan alat pemerintah. NU mitra pemerintah dan bersama-sama membangun bangsa ini. Dia harus jadi pendorong kekuatan masyarakat sipil.
Ada yang mengatakan Anda layak memimpin NU karena punya garis darah dengan pendiri NU. Tanggapan Anda?
Sebenarnya bukan itu yang utama, tetapi juga bukan hal yang perlu dikesampingkan, misalnya, kalau dia punya trah tetapi bisa memimpin? Kan tidak apa-apa. Jadi garis keturunan itu saya anggap saja sebagai nilai plus.
Kalau sekiranya Anda tidak terpilih?
Ya, tidak masalah. (Tribun Timur/Amir PR)
Makassar, (tvOne)
RUMGAPRES/Abror Rizki
MAKASSAR, (PRLM).- Rais Aam K.H. M.A. Sahal Mahfudh mengatakan, NU telah memilih jarak yang netral dengan kekuatan politik dan pemerintah sebagai organisasi yang mandiri dan independen. Sebagai konsekuensinya, dalam jalur politik, NU ada di mana-mana, tapi tidak ke mana-mana.
“Artinya NU menyilahkan warganya untuk memilih dan menyalurkan aspirasi pada parpol manapun. Namun tidak melupakan jati dirinya sebagai Nahdiyin,” kata Sahal pada pembukaan Muktamar ke-32 NU di Celebes Convention Center, Makassar, Sulsel, Selasa (23/3).
Terkait kemitraan dengan pemerintah, Sahal mengatakan, dalam hal tertentu NU selalu mendukung kebijakan pemerintah. Namun dalam hal lain, NU akan bersikap kritis jika kebijakan yang ada dianggap tidak sejalan dengan visi kebangsaan yang telah dirumuskan bersama.
Sahal mengakui, belakangan ini watak kebangsaan NU terusik dengan banyaknya godaan para ulama untuk terlibat dalam politik praktis. Padahal, peran ulama seharusnya hanya sebagai pendorong dan pemberi semangat ke arah dinamika politik, ekonomi dan sosial budaya. “Ulama akan lebih terhormat manakala tampil sebagai sumber inspirasi dalam menjawab tantangan dan menyelesaikan persoalan kebangsaan yang ada,” ujarnya.
Kendati demikian, Sahal menekankan, komitmen ulama untuk tidak terjun dalam politik praktis harus dibarengi komitmen pemerintah dalam merumuskan pembangunan masa depan bangsa.
“Ulama jangan hanya dijadikan ‘pemadam kebakaran’ yang hanya diperlukan saat ada masalah. Ulama idealnya tidak hanya diundang oleh Kementerian Sosial. Namun dilibatkan juga oleh perencana pembangunan seperti Bappenas,” tuturnya. (A-97/A-178/das)***
MAKASSAR, (PRLM).- K.H. Ma’ruf Amin, Wakil Rais Aam PBNU mengatakan, sebaiknya posisi Rais Aam tidak dipilih secara langsung oleh peserta, tetapi lebih baik ditentukan oleh para ulama sepuh.
Rais Aam tersebut, katanya, harus seorang ulama yang kharismatik, dengan memiliki tingkat keilmuan tinggi yang tidak bisa dibeli. “Nanti dicari ulama tersebut, lalu oleh ulama sepuh ditentukan,” katanya, di sela-sela pembukaan Muktamar ke-32 NU di Makassar, Selasa (23/3).
Posisi Rais Aam itu sangat penting untuk menjaga kewibawaan NU. Kiai Ma’ruf Amin juga menyarankan, posisi Rais Aam jangan dari orang yang mencalonkan diri, tetapi harus diminta.
Muktamar berlanjut Selasa (23/3) malam dengan agenda pembahasan serta pengesahan tata tertib dan acara Muktamar.
Sementara Rabu (24/3) para Muktamirin akan berdialog dengan beberapa anggota Kabinet Indonesia Bersatu II seperti Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta Menteri Kesehatan. (A-97/A-178)***
INILAH.COM, Makassar - Menanggapi pernyataan Presiden SBY agar NU tak terlibat politik praktis, calon ketua umum PBNU, KH Said Aqil Siradj menyatakan, NU bukan tempat berkarir politik.
"NU jangan tergoda politik praktis, bukan untuk meniti karir jabatan politik. Kalau mau berpolitik jadi Bupati, Gubernur, silakan di luar sana, ada PKB, PPP, Demokrat dan Golkar," kata Said Aqil di Makassar, Senin (23/3).
Pernyataannya itu juga akan diimplementasikan ketika nanti ia sudah terpilih sebagai ketua umum PBNU pada Muktamar yang digelar mulai 23-28 Maret ini. Lain halnya dengan pendahulunya di NU, KH Hasyim Muzadi pernah digandeng PDIP untuk mendampingi Megawati saat pilpres 2004 lalu.
Namun, jika ia terpilih sebagai ketua dengan tegas ia menolak untuk ditarik dalam kancah perpolitikan. "Kalau ada yang lamar, saya tidak akan tergiur dengan tarikan-tarikan syahwat berpolitik praktis, maupun jabatan. Sebab NU karirnya adalah sebagai pemimpin masyarakat dan tokoh masyarakat," cetusnya.
Kendati demikian, ia memungkiri kader-kader NU banyak yang berpolitik. Sebab NU sendiri membebaskan kadernya untuk berpolitik praktis, kecuali orang-orang yang duduk di struktural NU. [mut]
MAKASSAR, (PRLM).- PWNU Jabar tidak hanya memperjuangkan untuk calon Ketua Umum PBNU, tetapi juga program kerja untuk NU mendatang. Ada tiga masalah utama yang akan disodorkan NU Jabar dalam proses penyusunan program kerja di Muktamar NU di Makasar.
Ketiga program itu, kata Dedi Wahidi, yaitu dalam bidang pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Di bidang pendidikan, NU mesti segera membuat universitas NU untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang benar-benar unggul di setiap wilayah. Seperti di Jabar, sedang disiapkan perguruan tinggi di Indramayu dan beberapa tempat lainnya. “Kita juga butuh dukungan dari PBNU untuk pembentukan perguruan tinggi ini,”ujarnya.
Di bidang ekonomi, harus diupayakan program yang benar-genar menyentuh untuk pemberdayaan ummat di daerah. Selama ini, banyak masalah dihadapi ummat yaitu kesulitan ekonomi. Kondisi itu, harus menjadi perhatian PBNU, sehingga masalah program ekonomi disusun secara baik. Mulai dari usaha kecil menengah, pengembangan koperasi dan lainnya.
“Di bidang kesehatan, yaitu mesti mulai membentuk balai-balai kesehatan untuk embrio pendirian rumah sakit NU,” katanya. (A-97/A-178/das)***
© Copyright by Menyambit Muktamar Nahdlatul Ulama| MagzStyle V1.1 Template by Free Tips 4U | Power by Blogger | This blog is best viewed on Chrome and FireFox