Semua Calon Kuat Ketum PBNU Pernah Bersentuhan dengan Politik

Monday, March 22, 2010
Muhammad Nur Hayid - detikNews

Jakarta - Jargon dan seruan NU tidak boleh perpolitik praktis memang selalu mengumandang di setiap momen penting politik nasional dan muktamar NU. Demikian halnya dengan muktamar ke 32 NU di Makassar ini, seruan dan kampanye agar NU tidak diseret-seret lagi ke politik praktis sebagaimana yang terjadi selama PBNU dipimpin KH Hasyim Muzadi, juga terus mengemuka.

Namun, apakah memang bisa NU lepas dari politik praktis? Apalagi kandidat yang sekarang bertarung, terutama kandidat yang sudah mengantongi dukungan kuat muktamirin, hampir semuanya pernah bersentuhan dengan politik. Jadi siapa pun yang menang, sepertinya NU akan kesusahan bisa lepas sepenuhnya dengan politik praktis meski kampanye semua kandidat berjanji menjaga jarak.

Untuk menjawab pertanyaan itu, marilah kita lihat profil dan sosok masing-masing calon ketua umum PBNU yang akan bertarung di muktamar Makassar. Rencananya, muktamar ke-32 NU akan dibuka Presiden SBY, Selasa (23/3/2010).

Ahmad Bagdja

Ahmad Bagdja adalah salah satu tokoh elit di NU. Beberapa jabatan penting pernah disandangnya seperti Ketua PBNU. Selain itu Bagdja juga pernah menjabat Ketua Panitia Nasional Muktamar ke-31 NU di Solo 28 November-2 Desember 2004 lalu.

Pria kelahiran Cirebon, 13 Maret 1943 ini selain menjadi pengurus PBNU juga pernah menjadi ketua organiasi alumni PMII. Dalam bidang pemerintahan, Bagdja juga pernah menjadi Dewan pertimbangan Agung (DPA) di masa-masa akhir pemerintahan Soeharto.

Dalam politik, Bagdja pernah menjabat wakil ketua tim pemenangan Tim JK-Wiranto dalam pilpres 2009 lalu. Sementara, dalam pilpres 2004 saat Hasyim Muzadi menjadi cawapres Megawati, Bagdja merupakan orang penting dalam tim sukses Mega-Hasyim.

Said Aqil Siradj

Nama lengkapnya adalah Said Aqil Siradj. Dia lahir dari keluarga NU tulen di Cirebon, 03 Juli 1953. Pria dengan 4 anak ini merupakan doktor lulusan Universitas Ummu al-Qura, Makkah, jurusan Aqidah/Filsafat Islam yang tamat pada tahun 1994.

Dalam karirnya di PBNU, Said pernah menjabat Wakil Katib Am PBNU (1994-1998), Katib Am PBNU (1998-1999), Rais Syuriah PBNU (1999-2004) dan Ketua PBNU (2004-sekarang). Selain itu Said juga aktif di berbagai tim nasional untuk resolusi konflik dan lembaga-lembaga sosial kerukunan umat beragama.

Dalam bidang politik, dosen di berbagai universitas ini pernah menjadi anggota DPR/MPR dari utusan golongan pada tahun 1999-2004. Selain itu, aktivitas Said dalam politik tidak lagi menonjol kecuali menjadi salah satu penggagas lahirnya PKB bersama Gus Dur dan menjadi dewan pembina ormas Islam PDIP Baitul Muslimin bersama Din Syamsudin dan Syafi'i Ma'arif.

Salahudin Wahid

Siapa yang tidak kenal Gus Solah, panggilan akrab Solahudin Wahid. Pria kelahiran Jombang, 11 September 1942 ini adalah adik kandung Gus Dur dan cucu dari pendiri NU KH Hasyim Asy'ari. Lulusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) ini lebih banyak menghabiskan umurnya dalam karir profesional dengan menjadi Wakil Ketua Komnas HAM (2002-2004), Associate Director Perusahaan Konsultan Property Nasional (1995-1996), Direktur Utama Perusahaan Konsultan Teknik (1978-1997), Direktur Utama Perusahaan Kontraktor (1969-1977) dan lainnya.

Selain berkarir di dunia profesional, Karirnya di PBNU juga cukup mentereng. Dia pernah menjabat salah satu ketua PBNU sebelum dia memutuskan mundur karena harus menghargai netralitas NU saat dipinang Capres Golkar Wiranto dalam pilpres 2004 lalu.

Keterkaitan Gus Solah dalam politik begitu tampak saat dia harus berjuang memperebutkan kursi RI 2 melawan Megawati-Hasyim dan SBY-JK. Selain keterlibatannya itu, Gus Solah cenderung berkarir di dunia profesional dan sosial. Dalam bidang sosial, Gus Solah menjadi pengasuh PP Tebuireng, Jombang setelah rapat keluarga menunjuk dirinya pasca meninggalnya KH Yusuf Hasyim atau sering disapa Pak Ud, selain menjadi pengurus ICMI.

Slamet Effendi Yusuf

Mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Slamet Effendi Yusuf (SEY) ini lahir dari keluarga pesantren di Purwokerto, Jawa Tengah, 12 Januari 1948 lalu. Slamet yang ikut andil dalam gerakan mengembalikan NU ke Khittoh 1926 dalam muktamar di Situbondo ini bukanlah sosok baru di NU.

Mantan ketua umum PB PMII ini memang lebih banyak menghabiskan hidupnya di dunia politik. Dia merupakan sosok politisi yang berwawasan kebangsaan dan selalu berada dalam momen-momen politik penting di negeri ini. Di Parlemen, dia berperan penting dalam amandemen UUD 45 dan pernah menjadi ketua badan kehormatan DPR.

Dalam karir politiknya, Slamet dikenal sebagai politisi Golkar dengan karir tertingginya sebagai ketua DPP Golkar. Slamet juga pernah menjadi ketua badan pemenangan pemilu Golkar yang juga ikut merancang konvensi calon presiden dari Partai Golkar.

Tiga Calon Lain

Selain ke 4 calon di atas, memang ada 3 lagi calon yang sudah mendeklarasikan diri untuk ikut berebut kursi ketua umum PBNU. Namun, mengutip pernyataan calon ketua umum PBNU Ulil Abshar Abdalla, kandidat lainnya mendapat dukungan yang kurang signifikan sebagaimana 4 kandidat di atas.

Tiga kandidat itu adalah Masdar Farid Masudi, Ali Maschan Musa dan Ulil sendiri. Ketiganya memang secara hampir tidak pernah terlibat secara langsung dalam politik kecuali Ali Maschan yang dalam pemilu 2009 lalu menjadi Caleg dari PKB dan sebelumnya mencalonkan diri sebagai Cawagub mendampingi Cagub yang didukung Partai Golkar, Sunarto.

Sementara, dalam karir ke NU-an, ketiganya sama dengan 4 kandidat di atas, merupakan sosok yang tidak diragukan lagi cap Nahdliyin-nya. Masdar saat ini menjabat wakil ketua umum PBNU mendampingi Hasyim Muzadi. Masdar juga pernah menjadi satu-satunya kandidat yang melawan Hasyim Muzadi dalam muktamar ke-31 NU di Solo 2005 lalu.

Sementara, Ali Maschan adalah mantan ketua PWNU Jawa Timur selama 10 tahun. Selain itu, Ali juga seorang dosen dan guru besar di IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Siapa yang tak kenal Ulil? Pria yang pernah dihukumi halal darahnya oleh salah satu kelompok Islam ekstrem karena pemikirannya yang liberal ini merupakan menantu KH Mustafa Bisri. Namun Ulil dikenal pemikirannya terlalu kiri dan liberal serta lebih dekat dengan barat.

Itulah profil para kandidat ketua umum PBNU yang akan melanjutkan kepemimpinan organisasi kaum sarungan selama 5 tahun mendatang. Jika melihat profilnya yang hampir mirip dalam keterkaitannya di bidang politik, mungkinkan mereka bisa menjaga jarak dari seretan politik praktis sebagaimana pada masa PBNU dipimpin Hasyim Muzadi? Kita lihat saja nanti. (yid/asy)

0 comments:

Post a Comment

banner125125 d'famous_125x125 ads_box ads_box ads_box