Politik praktis masih menggoda NU

Monday, March 22, 2010

Partai Kebangkitan Bangsa PKB dalam pemilu 1999

Nahdlatul Ulama kembali ikut politik praktis lewat PKB tahun 1999

Nahdlatul Ulama secara resmi telah meninggalkan politik praktis ketika menyatakan diri 'kembali ke khittah' pada Muktamar di Situbondo, Jawa Timur, pada tahun 1984.

Namun kondisi di lapangan masih menunjukkan 'kedekatan' NU dengan politik praktis ini. Dan inilah salah satu persoalan besar yang dihadapi organisasi ini.

Demikian penilaian Achmad Zaini, wartawan harian Jawa Pos yang banyak mengamati NU.

"NU memang secara resmi tidak berpolitik praktis. Tapi tak bisa dipungkiri sejumlah elit tokoh NU melakukannya," kata Zaini.

Para pengurus NU ini misalnya mencalonkan diri menjadi bupati atau gubernur dan meski pencalonan ini atas nama pribadi, pada akhirnya nama NU terbawa.

Dan aktifnya tokoh-tokoh NU di dunia politik praktis, menurut Achmad Zaini, masih akan terus berlangsung hingga beberapa tahun ke depan.

Godaan kuat

Sistem politik di Indonesia sangat membuka peluang bagi tokoh-tokoh NU untuk berpolitik praktis.

Achmad Zaini

Keterlibatan dalam politik praktis ini pada akhirnya membuat agenda utama organisasi dan umat terbengkalai.

NU secara organisasi sebenarnya memiliki perangkat untuk mengatasi persoalan ini.

Ketua umum, yang biasa disebut rais am, memiliki wewenang untuk memperingatkan anggota yang berpolitik praktis ini.

Cuma, kata Zaini, figur yang menduduki posisi rais am ini adalah ulama yang sangat santun, sementara jajaran pengurus yang berpolitik praktis merasa tak masalah dengan kegiatan tersebut.

"Dengan kata lain yang diperingatkan tidak begitu merasa diperingatkan. Jadi, hal ini terus berlangsung," kata Zaini.

"Sistem politik di Indonesia sangat membuka peluang bagi tokoh-tokoh NU untuk berpolitik praktis," papar Zaini.

Para tokoh ini sebagian besar memiliki massa yang cukup banyak. Di sisi lain, sistem pemilihan secara langsung sangat membutuhkan dukungan massa.

"Kondisi ini membuat para tokoh, elit, atau pengurus NU sangat layak untuk direkrut oleh parpol," kata Zaini.

Ini yang harus diterjuni oleh NU di masa depan, bagaimana memberdayakan masyarakat sehingga mempunyai wawasan politik yang luas.

Profesor Abdul A'la

Mungkin para tokoh NU tak memiliki keinginan untuk terjun di dunia politik praktis. Tapi basis massa yang kuat bisa menjadi incaran parpol.

Sekarang semuanya terserah kepada para tokoh NU, apakah mereka bisa menahan godaan ini.

Wawasan politik NU

Sementara itu Profesor Abdul A'la, Pembantu Rektor 1 IAIN Sunan Ampel, berpendapat di masa depan sebaiknya NU tidak lagi terjun ke politik praktis.

"Saya kira tidak ada jalan bagi NU selain kembali ke khittah 26, harus menjadi lembaga murni sosial keagamaan."

Menurutnya NU harus memberikan pendidikan politik kepada warganya dan jika memang warganya sudah memiliki wawasan politik yang luas maka tidak akan terjebak dalam politik kekuasaan yang sangat sempit.

"Ini yang harus diterjuni oleh NU di masa depan, bagaimana memberdayakan masyarakat sehingga mempunyai wawasan politik yang luas."

"Jadi dimanapun dia berada, dia tetap ujung-ujungnya adalah untuk NU, untuk masyarakat, untuk bangsa dan negara," tambahnya.

Dan Profesor Abdul A'la mengatakan hal itu tidak akan tercapai jika NU terlalu sibuk dengan politik praktis.

0 comments:

Post a Comment

banner125125 d'famous_125x125 ads_box ads_box ads_box