Muktamar NU: Pertarungan Kubu Ulama dan Politisi

Sunday, March 21, 2010
Jakarta (SIB)
Muktamar NU akan digelar mulai hari ini hingga 27 Maret 2010 di Makassar. Ada dua kubu besar yang akan bertarung memperebutkan posisi strategis di organisasi sosial kemasyarakatan terbesar di Indonesia itu. Dua kelompok itu adalah kelompok ulama dan politisi.
“Ada pertarungan dua kelompok. Yang satu politisi dan yang satu lainnya kelompok idealis yang betul-betul ulama, bukan politisi,” kata Ketua DPP PKB Marwan Ja’far usai peluncuran bukunya yang berjudul ‘Ahlussunnah Wal Jama’ah’ di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (19/3).
Dalam pandangan Marwan, dua kelompok ini yang akan memperebutan posisi tanfidizyah dan syuriah PBNU periode 2010-2015 mendatang. Sayangnya, Marwan tidak menyebut secara pasti dan detail siapa-siapa yang disebut kelompok ulama dan kelompok politisi.
“NU sebaiknya dipimpin oleh ulama bukan politisi. Karakter politisi dikhawatirkan akan meruntuhkan NU. Ini pertaruhan bagi NU. Kalau memang dipimpin politisi bukan ulama, ya tunggu saatnya untuk hancur,” jelas Marwan.
Marwan melihat pertarungan kedua kelompok ini kian memanas. Karena itu, ketua FPKB DPR ini berharap kader NU jernih melihat persoalan ini dan berani membuat pilihan dalam Muktamar NU yang lebih mementingkan maslahat bagi NU.
“Semoga para muktamirin berpikir jernih. Kalau kelompok politisi yang menang, NU akan mengalami degradasi,” pungkas Marwan.
Didukung 50 Persen Lebih Cabang, Said Aqil Siap Pimpin PBNU
Kesiapan Said Aqil Siradj memimpin organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, PBNU, tidak diragukan lagi. Dengan bekal dukungan 50 persen lebih pengurus PCNU dan PWNU, Said berjanji akan mengawal NU dari bermain politik praktis.
“Insyaallah semampu saya, saya siap (memimpin). Insyaallah (dukungan) sudah 50 persen lebih. Komitmen saya, akan membersihkan NU dari bermain politik praktis,” kata Said kepada detikcom, Jumat (19/3).
Menurut mantan orang dekat Gus Dur ini, jika peserta muktamar mempercayai dirinya mengemban amanat kepengurusan PBNU 5 tahun mendatang, program utama yang akan digarap adalah soal pendidikan. Selain itu, Said akan kembali menghidupkan spirit NU yang berpihak kepada kaum lemah sebagaimana saat PBNU dipimpin Gus Dur.
“Karena NU ini kepanjangan tangan dari visi-misi pesantren, maka pendidikan akan menjadi program utama kami selain soal sosial kemasyarakatan. Kami juga akan melanjutkan kerja Gus Dur yang menjadikan NU sebagai wadah yang memperjuangan kelompok tertindas dan minoritas,” terang Doktor lulusan Arab Saudi ini.
Saat ditanya soal siapa yang akan didukung sebagai Rais Am PBNU jika terpilih sebagai ketua PBNU, Said dengan tegas tidak mau ikut campur soal urusan Rais Am. Dia siap disandingkan dengan siapa pun yang terpilih.
“Saya tidak mau ikut campur soal Rais Am. Itu ada wilayahnya sendiri. Yang pasti, saya siap dengan siapa pun yang disetujui dan dipilih oleh muktamirin,” terang Said.
Sementara itu, salah satu pendukung Said, Dedi Wahidi menilai sosok Said yang paling pas memimpin NU 5 tahun mendatang. Alasannya, selain memiliki track record ke-NU-an dan kapasitasnya dalam ilmu agama, Said juga pernah bersama-sama Gus Dur melakukan gerakan sosial pada saat Gus Dur menjadi ketua umum PBNU.
“Kita memilih Pak Said karena beliau yang paling pas dan layak dibanding calon lain. Beliau bisa ngaji, NU nya jelas dan penerus perjunagan Gus Dur,” kata Ketua PWNU Jawa Barat ini.
Demo Penolakan Hasyim Muzadi Sebagai Rais Aam Dianggap Tak Etis
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi didemo sejumlah massa yang menolak pencalonannya sebagai Rais Am. Namun, demo itu dianggap tidak etis, apalagi yang bersangkutan belum secara resmi mencalonkan diri sebagai Rais Am pada muktamar mendatang.
“Adalah tidak etis menghadang seseorang atau ulama yang akan dicalonkan oleh muktamirin sebagai Rais Aam pada periode mendatang pada Muktamar NU di Makassar. Lagi pula, Pak Hasyim sampai sekarang secara resmi atau tak resmi belum pernah mengumumkan untuk mencalonkan diri sebagai Rais Aam,” kata H Masduki Baidlowi, mantan Wakil Sekjen PBNU periode 1999-2004 kepada wartawan di Jakarta, Jum’at (19/3).
Menurut Baidlowi, tak ada satu pun pemberitaan di media massa yang menyatakan Hasyim mencalonkan diri sebagai Rais Aam.
Diakui Baidlowi, mencalonkan atau tidak adalah hak seseorang atu individu yang dijamin negara. Selain itu, walau tidak mencalonkan diri, banyak kalangan pengurus syuriyah di Jawa dan luar Jawa yang ingin mencalonkan Hasyim Muzadi sebagai Rais Aam. Alasannya, sebagai Ketum PBNU, Hasyim telah bekerja keras untuk membangun organisasi NU yang kuat dan upaya nyata lainnya.
“Kondisi inilah yang dikhawatirkan sejumlah pihak yang apabila Pak Hasyim terpilih, hidden agendanya akan terhadang. Makanya, kelompok ini akan berupaya keras menghadang Pak Hasyim dengan berbagai cara, termasuk dengan demo-demo,” tegasnya.
Baidlowi mengatakan, dalam konteks saat ini dan tantangan di era global, tentunya kriteria seorang Rais Aam tidak sama dengan dulu. Dimana di masa lalu muncul Rais Aam sekaliber KH Hasyim Asy’ari, Mbah Wahab dan KH Cholil Bisri.
“Oleh karena itu kepemimpinan di tingkat syuriyah dan musytasyar harus bersifat koligial di bawah seorang Rais Aam yang punya kemampuan menejerial yang kuat di samping harus punya hubungan-hubungan internasional yang kuat pula,” ujarnya.
Ditegaskan kembali Baidlowi, di balik aksi demo siang tadi di PBNU jelas menunjukan adanya pihak eksternal yang bermain. “Mereka sengaja memancing di air keruh, karena ingin memasang jago-jagonya di pengurus PBNU yang akan datang. Tujuannya jelas, untuk kepentingan partai-partai politik atau lembaganya agar NU tidak kuat, tidak solid, gampang disetir dan diobok-obok,” pungkasnya.
IPNU Tolak Pencalonan Hasyim Sebagai Rais Am
Pencalonan KH Hasyim Muzadi sebagai Rais Am NU mendapat penolakan. Selama menjadi Ketua Umum PBNU, Hasyim dinilai membawa NU dalam politik praktis.
Penolakan atas Hasyim dilakukan belasan pelajar Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dengan berdemo di PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta, Jumat (19/3).
Para pelajar itu mengenakan baju koko putih. Mereka berusaha masuk ke dalam halaman Gedung PBNU, namun dihalau satpam. Akhirnya para pelajar itu menggelar demo di depan gerbang jalan PBNU. Mereka membawa bendera NU dan bendera IPNU.
Koordinator demo Anas Syarifudin menyatakan, Hasyim telah membawa NU masuk ke dalam politik praktis. Hal ini menurunkan kepercayaan dari warganya. “Kami dari kaum muda minta agar Hasyim tidak dicalonkan lagi,” kata Anas.
Anas menyatakan, keterlibatan NU dalam politik praktis merupakan sandungan dan pengingkaran dari muktamar NU pada tahun 1984. “Agenda muktamar tidak layak dicampuri politik,” katanya.
Himpunan Profesional Muda NU Dukung Gus Sholah
Menjelang Muktamar Nahdlatul Ulama (NU), banyak elemen masyarakat yang saling memberikan dukungan kepada kandidat Ketua Umum PBNU.
Seperti kelompok dari Himpunan Profesional Muda NU (HPMNU) yang memberikan support ke Gus Sholah, salah satu kandidat Ketua Tanfidz PBNU.
Koordinator HPMNU Pusat, Ipung S Bahri mengatakan, meskipun tidak memiliki suara dalam muktamar NU di Makassar, pihaknya mendukung Pengasuh Pondok Pesantren (ponpes) Tebu Ireng Jombang itu untuk menjadi Ketua Tanfidz PBNU. Alasannya, Gus Sholah dinilai bisa merangkul semua kelompok masyarakat.
“Selain dari keturunan pendiri NU hadratus syaikh KH Hasyim Asyari, Gus Sholah juga figur yang tepat untuk memimpin NU. Beliau bisa diterima semua kalangan, mulai dari kelompok merah, hijau, putih biru dan kelompk lainnya, bisa dengan Gus Sholah,” kata Ipung saat bincang-bincang dengan detikcom melalui telepon, Sabtu (20/3).
Ipung mengatakan, HPMNU merupakan lembaga nonstruktural organisasi NU. Namun, kiprah profesional muda yang terdiri dari pengacara, jurnalis, tokoh pemuda hingga pengusaha itu, tidak diragukan lagi dalam berjuang membesarkan organisasi kaum nahdhiyin dari luar struktur organisasi, sejak zaman kepemimpinan Gus Dur di PBNU.
“Gus Sholah sudah paham tentang ‘jeroan’ NU. Kami yakni Gus Sholah mampu membawa NU ke arah yang lebih baik demi kemaslahatan umat,” jelasnya.
Sementara itu, Gus Sholah mengaku senang dan menghargai semua elemen masyarakat yang memberikan dukungannya dalam Muktamar NU di Makassar yang akan berlangsung beberapa hari lagi.
“Walaupun mereka tidak mempunyai suara di muktamar, saya senang kalau ada orang-orang baik warga NU yang mau bergabung. Kita akan menerimanya. Dan saya mengucapkan terima kasih atas dukungannya,” kata Gus Sholah.
Said Aqil: Kebesaran NU Terwujud Kalau Tidak Berpolitik Praktis
Tekad calon ketua umum PBNU Said Aqil Siradj untuk menjaga jarak dengan politik praktis tidak diragukan lagi. Sebab, sejarah keemasan NU selalu terjadi ketika NU bisa menjaga jarak dengan politik praktis sebagaimana pada masa Gus Dur.
“Kebesaran NU itu kalau NU sudah tidak berpolitik praktis. Kalau NU terjun ke politik praktis, kesannya NU hanya akan menjadi barang dagangan,” kata Said.
Atas dasar itulah, jika muktamirin mempercayakan amanat PBNU 5 tahun mendatang kepada Said, dia berjanji akan bersikap keras mengawal NU dari dukung mendukung pilpres atau pilkada. Hal ini untuk mununjukkan komitmennya agar kebesaran dan masa keemasan NU bisa kembali diraih.
“Kalau saya diberi amanat dan jadi, Insya Allah NU akan jauh dari dukung mendukung capres atau cabup NU akan tetap konsisten di garis organisasi sosial kemasyarakatan. Kalau semua berpolitik, siapa yang menjadi pemersatu bangsa ini,” paparnya.
Terkait visi misinya jika terpilih menjadi ketua umum PBNU, Said dengan tegas akan melanjutkan semangat pendidikan pesantren yang dibalut dengan pendidikan profesional. Selain itu, PBNU akan bersama dengan semua kekuatan untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari kemiskinan dan terorisme.
Saat ditanya soal dukungan yang sudah diperolehnya, Said kembali berkilah,”Insya Allah ada dari Jabar, Banten, Jateng, DIY, Jatim, Lampung dan seterusnya. Insya Allah-lah, kita optimis, meski semua pada akhirnya kita serahkan kepada Allah SWT,” jawabnya.
Sementara itu, tim sukses Said, Adenan Anwar menilai ada 3 kekuatan Said yang tidak dimiliki oleh kandidat lain. 3 hal itu adalah kemampuan intelektual yang berbasis tradisi, pengalaman menjadi pengurus NU dan pernah bersama-sama Gus Dur terjun langsung ke lapangan untuk membela kelompok tertindas dan terpinggirkan.
“Pak Said tidak diragukan lagi tradisi keilmuannya, khususnya yang terkait tradisi NU. Beliau profesor lulusan Ummul Quro. Kedua, beliau telah dilirik Gus Dur saat kuliah di Arab. Setelah pulang, langsung dipercaya menjadi Katib Am dari hasil muktamar Cipasung,” paparnya.
“Ketiga beliau pernah bersama-sama Gus Dur terjun langsung menjadi anggota tim dalam kasus kerusuhan Banyuwangi, Sambas, Malino dan lainnya. Ini bukti beliau bisa bekerja praksis,” imbuhnya.
HASYIM MUZADI TEGASKAN NU ANUT POLITIK KEBANGSAAN
Ketua Umum PBNU KHA Hasyim Muzadi menegaskan bahwa NU menganut politik kebangsaan, karena itu isu “sterilisasi” NU dari politik menjelang muktamar patut diwaspadai.
“NU sudah jelas menganut politik kebangsaan, keumatan dan keagamaan, bukan politik kekuasaan,” katanya dalam surat elektronik yang diterima ANTARA di Surabaya, Sabtu.
Oleh karena itu, kata pengasuh Pesantren Mahasiswa Al Hikam Malang itu, munculnya isu NU bebas politik atau sterilisasi NU dari politik itu patut diwaspadai terkait kepentingan di balik isu tersebut.
“Para calon ketua umum PBNU hendaknya berhati-hati menggunakan isu itu, karena setidaknya ada tiga kepentingan terkait isu, mulai dari kepentingan yang murni hingga kepentingan yang merugikan NU,” katanya.
Tiga kepentingan di balik itu adalah mereka yang ihlas berbakti pada NU melalui “mabadi khoiro ummah” (civil society), serta mereka yang sudah mempunyai parpol dan tak ingin kehilangan suara dari NU.
Kepentingan lainnya, mereka yang ingin memotong jalur aspiratif nilai agama dengan pemerintahan atau negara.
“Kelompok dengan kepentingan pertama (mabadi khoiro ummah/masyarakat sipil) itu bagus, tapi kelompok dengan kepentingan kedua bersifat deparpolisasi NU justru para politikus untuk tujuan politis,” katanya.
Sementara itu, kelompok ketiga dengan kepentingan memisahkan agama dengan negara itu justru menargetkan sekulerisasi negara.
“Kelompok ketiga itu sering meneriakkan bubarkan Depag, bubarkan MUI, NU tak perlu membuat kompilasi hukum Islam, hilangkan bahsul masail, hapus fatwa, dan tiadakan tausiah,” katanya.
Menurut dia, kepentingan dari kelompok ketiga yang merujuk pada liberalisasi agama itu melarang agama menyentuh negara dan sebaliknya seperti terjadi di Amerika dan Eropa, sehingga agama mayoritas seperti Kristen dan Katolik pun dirusak olehnya.
“Itu bertentangan dengan ideologi Negara Pancasila yang bukan negara agama dan bukan negara sekuler, sedangkan NU sudah menganut politik kebangsaan, keumatan, dan keagamaan, bukan politik kekuasaan,” katanya.
Oleh karena itu, katanya, NU sudah lama mengembangkan pemikiran moderat dan menyumbangkan sejumlah nilai-nilai agama untuk bangsa dan negara tanpa mengganggu agama lain dan bahkan mempersatukannya.
“Dengan pemikiran dan sumbangan itu, Indonesia tetap menjadi Nagara Pancasila, bukan negara agama dan bukan negara sekuler,” katanya.
Ia menambahkan NU dalam kaitan politik praktis mengatur tidak boleh ada rangkap jabatan antara NU dengan parpol serta tidak menafikan hak politik warga negara.
“Kalau ingin tahu NU, bacalah ketentuan dalam NU sebaik mungkin,” katanya.
Jelang Muktamar NU, SBY Ajak KH Said Aqil Sarapan di Cikeas
Ternyata tidak hanya Gus Sholah (KH Sholahudin Wahid) yang bertemu SBY menjelang pembukaan Muktamar NU di Makasar. SBY malah secara khusus mengundang calon Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj untuk sarapan pagi bersama di Cikeas.
“Jumat sore, saya mendapat telepon dari seseorang yang meminta saya datang ke Cikeas. Pagi (Sabtu) sekitar pukul 6.30 WIB saya diminta datang (ke Cikeas) dan saya memenuhi undangan itu,” kata Said.
Menurut guru besar UIN Jakarta ini, pertemuannya dengan SBY tidak terkait dengan dukung-mendukung dalam Muktamar NU. Sarapan bareng ini untuk berdiskusi soal politik kebangsaan dan peran strategis NU ke depan pasca muktamar di Makassar. Said mengaku kenal SBY sudah sangat lama, sejak SBY masih aktif di TNI
“Saya kenal dengan Pak SBY sudah lama, sejak beliau di Mabes TNI, saat menjadi Kaster. Ketika era Presiden Gus Dur, kami juga sempat bersama meski tidak lama. Jadi pertemuan kami dengan beliau hanya kangen-kangenan. Karena dalam suasana santai sambil sarapan pagi,” paparnya.
Said yang pernah menjadi Katib Am di PBNU era Gus Dur menjelaskan, diskusi dengan SBY dalam pertemuan pagi tadi untuk mencari titik temu antara NU dan negara. Butuh kerja sama berbagai elemen untuk menjawab tantangan bangsa.
“Beliau mengatakan kontribusi NU pada bangsa ini tidak perlu diragukan lagi. Karena itu, komitmen NU untuk selalu menjaga NKRI, demokrasi dan pluralisme dalam bingkai Bhinneka Tunggal Eka harus selalu dijaga. Dan yang paling banyak berbicara soal ini sampeyan Pak Kiai. Jadi saya cukup paham dengan pemikiran sampeyan,” terang Said.
SBY juga berharap, peran internasional NU juga bisa membawa nama Indonesia. NU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang mengedepankan sikap inklusif dan toleran. Isu pendidikan, ekonomi dan pemberantasan terorisme juga ikut dibahas dalam sarapan pagi dengan SBY.
Secara umum, Said dan SBY sepakat NU bergandengan tangan dengan pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dan ekonomi rakyat. Apalagi, mayoritas rakyat Indonesia yang butuh peningkatan pendidikan dan kesejahteraan ekonomi itu adalah warga Nahdliyin.
“Karena mayoritas rakyat Indonesia ini Nahdliyin, kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pendidikan dan ekonomi harus dilakukan. Tanpa saling mengintervensi, tapi bersinergi,” terangnya.
Apakah ada dukungan SBY untuk Said menjelang Muktamar NU? Said menjawab diplomatis. “Kita tidak bicara dukung-mendukung. Kita berdiskusi santai karena lama tidak bertemu, selain dalam acara formal saat saya menjadi penceramah. Intinya kita hanya berdiskusi dan tidak ada intervensi apapun,” pungkasnya.
Gus Sholah Juga Diterima SBY
Menjelang pembukaan Muktamar NU pada 23 Maret mendatang, calon ketua umum PBNU KH Sholahudin Wahid juga diterima Presiden SBY di Kediamannya di Cikeas, Jumat (19/3) malam. SBY berharap NU bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk mensukseskan program-program kerakyatan.
“Saya tadi sudah bersilaturahim dengan Presiden SBY di Cikeas. Saya mengucapkan terima kasih atas nama keluarga Tebuireng dan Gus Dur atas perhatian pemerintah dan Presiden SBY atas perhatiannya kepada Gus Dur baik selama sakit maupun setelah wafat,” kata Gus Sholah.
Dalam pertemuan tersebut, Gus Sholah juga mengakui adanya pembicaraan soal muktamar NU. Namun pembicaraan soal muktamar tidak sampai pada soal dukung mendukung. Termasuk adanya dukungan kepada Gus Sholah sendiri.
“Memang setelah itu, kami bersama presiden berbicara soal muktamar NU. Kami sepakat NU ke depan bisa bersama-sama pemerintah untuk melakukan tugas-tugas pendidikan, kesehatan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan menangkal gerakan radikalisasi Islam,” papar Gus Sholah.
“Namun memang di sana tidak dibicarakan soal dukung mendukung. Karena pertemuannya memang silaturahim yang sudah dijadwalkan sejak lama.” papar adik kandung Gus Dur ini.
Saat ditaanya apa ada pesan SBY dalam pertemuan tersebut, Gus Sholah kembali membantah adanya pembicaraan soal dukungan. “Kalau soal dukungan, yang pasti saya didukung oleh para kiai dan pengurus Cabang dan Wilayah NU. Ya Insya Allah bisa lolos lah untuk maju ke tahap pencalonan,” pungkasnya.
Kiai Ma’ruf: Pihak Luar Jangan Acak-acak NU
Rois Syuriah PB Nahdlatul Ulama (NU) KH Ma’ruf Amin mengingatkan pihak luar tidak mengacak-acak NU. Dia meminta, NU mandiri menyelesaikan masalah internalnya dalam muktamar pekan depan.
“Biarlah NU menyelesaikan masalah internalnya sendiri, jangan kemudian pihak luar tiba-tiba masuk dan mengacak-acak NU,” kata Kiai Ma’ruf Amin dalam rilis yang diterima detikcom, Jum’at (19/3).
Kiai Ma’ruf menegaskan NU telah menjadi pilar bangsa. Namun bila kemudian ada pihak di luar NU yang membawa kepentingan tertentu mendadak masuk dalam Muktamar ke-32 NU pekan depan, maka berpotensi merusak NU dan artinya mengorbankan bangsa Indonesia.
“Jika kemudian NU diacak-acak, sama dengan mengorbankan bangsa ini. Kami ingatkan itu!” tegasnya.
Kepada para kandidat Ketua Umum PBNU, Kiai Ma’ruf ingatkan untuk berkompetisi secara elegan. Yaitu dengan tidak saling menjelek-jelekan, menjatuhkan kredibilitas apalagi politik uang.
“Janganlah di kemudian hari terjadi perseteruan, apalagi itu antar kiai. Bermainlah yang cantik dan elegan, jangan lakukan yang tidak layak,” pungkasnya.
Muktamirin Diminta Waspadai Praktek Money Politics
Dugaan praktek money politics rupanya tidak hanya terjadi di lingkungan partai politik. Muktamar NU yang seharusnya steril dari praktek kotor ini disinyalir tidak akan lepas dari praktek ini. Untuk menjaga semangat khittah nahdliyyah, peserta muktamar diminta mewaspadai praktek money politics.
“Pemilihan Rais Am dan Ketua PBNU harus fair, jangan ada praktek money politics. Jika praktek kotor itu dilakukan oleh salah satu kandidat, hal itu hanya akan membawa NU pada kehancuran,” kata ketua GPNU (Gerakan Penyelamat Nahdlatul Ulama) Khoirul Rijal.
Menurut Khoirul, banyaknya pengurus cabang dan wilayah yang berasal dari daerah terpencil berpotensi penggunaan money politics. Bentuknya bisa dalam hal pembiayaan transportasi pulang pergi dan fasilitas akomodasi selain uang saku.
“Pengurus cabang yang ada di pulau terpencil dan daerah-daerah kan harus mencari dana untuk transportasi. Kalau ada yang mengusahakan untuk menjamin transportasi dan akomodasi, tetapi dengan komitmen memilih calon tertentu, saya kira bisa disebut money politic,” tegasnya.
Siapa yang diduga akan melakukan prakter kotor ini, Syaiful mengaku belum tahu karena belum menemukan bukti. Namun pihaknya akan berupaya melakukan pengawasan dengan membentuk tim pengawas ke Makassar.
“Kalau orang-orangnya, saya tidak tahu. Ini hanya imbauan dan warning. Agar kita semua menjunjung tinggi moralitas dalam meraih tujuan. Apalagi ini organisasi para ulama,” katanya.
Rais Am PBNU Jatah Kiai Sepuh, Hasyim Muzadi Diminta Legowo
Posisi Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU) selama ini diisi oleh kiai sepuh yang jauh dari kepentingan politik praktis. Oleh karena itu, KH Hasyim Muzadi yang relatif muda, didesak mengurungkan niatnya menjadi Rais Aam PBNU dalam Muktamar di Makassar mendatang.
“Kita minta Pak Hasyim mengurungkan niatnya untuk mengincar posisi Rais Am. Lembaga syuriyah bukan untuk diperebutkan. Pak Hasyim tergolong masih muda, jadi mengalah dulu lah,” kata Katib Syuriah PCNU Klaten Jazuli A Kasmani dalam rilis yang diterima detikcom, Kamis (18/3).
Menurut Jazuli, sejumlah pengurus NU di berbagai daerah menilai Hasyim tidak tepat mencalonkan diri sebagai Rais Aam. Sebagai simbol supremasi tertinggi kepemimpinan di NU, Rais Aam haruslah dipimpin oleh ulama alim dan menjaga perilakunya dari politik praktis.
“Ini bukan soal saya bisa dan punya pendukung, tetapi soal antrian dan tahu diri. Serta soal historis dan maqom. Kalau nggak mau ikut aturan itu, namanya ya bukan NU lagi,” paparnya.
Menurut pengasuh pesantren di Klaten ini, desakan Hasyim agar mengurungkan niatnya menjadi Rais Am PBNU juga disampaikan oleh pengurus wilayah dan cabang di berbagai daerah di Indonesia. “Kita minta Kiai Hasyim antri dulu lah. Untuk apa sih di memaksakan duduk di Rais Am PBNU? kan bisa jadi anggota Syuriah dulu,” pintanya.
“Kalau memaksakan kehendak, kita khawatir kiai sepuh nggalih (marah). Kan pernah ada sejarah Kiai As’ad Syamsul Arifin mufaroqoh. Pak Hasyim taulah soal itu. Jadi gantian saja seperti saat Kiai Ilyas Ruchiyat dan Mbah Sahal,” pungkasnya.
Muktamar NU akan Bahas Batas Usia Nikah & Hukum Penyadapan
Muktamar Nahdatul Ulama (NU) pada 23 Maret 2010 mendatang memiliki beberapa agenda penting. Salah satunya adalah pembahasan soal hukum fiqih persoalan yang terjadi di masyarakat. Di antaranya soal batas usia nikah seseorang dan hukum penyadapan.
Menurut Sekretaris Panitia Pelaksana Muktamar, Taufiq R Abdullah, pembahasan ini penting agar tidak menimbulkan keraguan di masyarakat.
“Nanti akan dibahas soal hukum transaksi lewat elektronik, sistem audit perbankan syariah, hukum sadap dan batas usia minimal nikah bagi pria dan laki-laki,” kata Taufiq.
Taufiq menambahkan, penyadapan nantinya akan ditentukan oleh NU apa hukumnya. Lalu, akan diperjelas siapa saja yang boleh menyadap dan bagaimana tata caranya.
Sementara, untuk batas usia nikah diperlukan aturan yang jelas agar kasus seperti Syekh Puji yang menikahi anak 9 tahun tidak terulang.
“Segala sesuatu yang berhubungan dengan agama harus ada dasar hukumnya,” jelas Taufiq.
Tidak hanya itu, berbagai aturan yang sudah ada di undang-undang juga akan dikaji dalam muktamar yang berlangsung di 6 hari tersebut. Ada 11 undang-undang yang akan dikaji.
“Salah satunya UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan UU Pornografi akan kita minta percepat penerbitan PP-nya,” tutupnya.
Wakil Mufti Mesir Akan Hadiri Muktamar NU ke-32 di Makassar
Direktur Diklat dan Anggota Dewan Fatwa di Dar Ifta Mesir Syeikh Dr. Amru Al-Wardany menyatakan kesiapannya untuk menghadiri Muktamar ke-32 NU di Makassar (22-27/3).
Hal itu dikemukakan Syeikh Al-Wardany melalui Syamsu Alam Darwis dan kandidat doktor syari’ah pada Universitas Al-Azhar Mahkamah Mahdin di Kairo, kepada detikcom, Sabtu (20/3).
Sebelumnya Syeikh Al-Wardany secara resmi telah menerima undangan dari panitia muktamar, yang ditandatangani langsung oleh Ketua PBNU KH. Hasyim Muzadi dan mendapat persetujuan Mufti Mesir Ali Gomaa, yang baru saja tiba dari Jepang.
Syeikh Al-Wardany menerangkan, bahwa di muktamar NU nanti dia akan menyampaikan presentasi tentang tiga pondasi dalam menyelesaikan problematika umat termasuk penajaman peran ulama di Indonesia.
“Ulama Islam sedunia termasuk Indonesia perlu melahirkan ilmu-ilmu baru (taulid al-ulum), yang berangkat dari kajian interdisipliner. Kemudian pengambilan hukum yang konsisten (ijtihad multazim) dan pemahaman realitas kontemporer dunia Islam (fiqh al-hayat),” ujar ulama yang sering mewakili Lembaga Fatwa Dar Ifta Mesir dalam berbagai fora internasional.
Menurut Syeikh Al-Wardany, islam moderat adalah satu-satunya alternatif bagi dunia Islam saat ini untuk berinteraksi dengan dunia global dan ikut melejit dengan kemajuan peradaban.
Lembaga Fatwa Mesir adalah lembaga resmi pemerintah yang bekerja profesional dengan wewenang penuh untuk mengeluarkan dan menetapkan fatwa seputar berbagai isu keagamaan dan kehidupan secara umum.
Saat ini terdapat lebih dari 30 mahasiswa RI di Mesir yang mengikuti pelatihan metodologi pengambilan fatwa di lembaga ini dengan masa studi selama tiga tahun. (Detikcom/Ant/g))

0 comments:

Post a Comment

banner125125 d'famous_125x125 ads_box ads_box ads_box