Dua Caketum NU Menemui SBY

Saturday, March 20, 2010

JAKARTA | Surya - Menjelang Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Makassar tanggal 22-27 Maret, dua kandidat ketua umum (caketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sepertinya mendapat perhatian khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Mereka adalah KH Salahudin Wahid (Gus Sholah) dan KH Said Agil Siradj yang menemui SBY di kediamannya, di Puri Cikeas. Kepada Gus Sholah dan KH Said, SBY berharap NU bisa bekerja sama dengan pemerintah untuk mensukseskan program kerakyatan.

Gus Sholah mengakui perbincangan dengan SBY juga membicarakan soal Muktamar NU. Namun, pembicaraan muktamar tidak sampai pada dukung mendukung.

“Kami sepakat NU ke depan bisa bersama-sama pemerintah melakukan tugas-tugas pendidikan, kesehatan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan menangkal gerakan radikalisasi Islam,” ujar Gus Sholah di kediamannya, Jl Tendean, Mampang, Jakarta, Jumat (19/3) malam.

“Kalau soal dukungan, yang pasti saya didukung oleh para kiai dan pengurus Cabang dan Wilayah NU. Ya Insya Allah bisa lolos untuk maju ke tahap pencalonan,” kata adik Gus Dur ini dengan optimistis.

Sebenarnya, pertemuan dua caketum tersebut berbarengan. Namun, KH Said tidak bisa hadir dan baru kemarin melangsungkan pertemuan tersebut.

“Pak SBY menyampaikan, NU harus tetap menjaga semangat kebangsaan. Menurut Pak SBY, Pak Said yang layak menjalani peran itu. Kalau beliau berharap pada saya, karena tahu persis siapa saya, sebelum, dan sesudah beliau menjadi presiden,” katanya.

KH Said menjawab diplomatis ketika ditanya tentang peluangnya bersaing dengan kandiat lain, termasuk Gus Sholah.

“Beliau adik Gus Dur, darah biru. Tapi, kalau ditanya nawaitu-nya (niatnya-Red), duluan saya. Dulu (Muktamar di Solo), saya hanya kalah 35 suara dari KH Hasyim Muzadi,” ungkapnya.

Kebesaran NU
KH Said berjanji menjaga jarak dengan politik praktis. Sebab, sejarah keemasan NU selalu terjadi ketika NU bisa menjaga jarak dengan politik praktis sebagaimana pada masa Gus Dur. “Kebesaran NU itu kalau NU sudah tidak berpolitik praktis. Kalau NU terjun ke politik praktis, kesannya NU hanya akan menjadi barang dagangan,” katanya.

Atas dasar itulah, jika muktamirin memercayakan amanat PBNU lima tahun mendatang kepadanya, KH Said berjanji akan bersikap tegas mengawal NU dari dukung mendukung pemilihan pemimpin.

Sementara, KH Hasyim Muzadi menegaskan, isu sterilisasi NU dari politik menjelang muktamar patut diwaspadai.

“NU sudah jelas menganut politik kebangsaan, keumatan dan keagamaan, bukan politik kekuasaan,” katanya.

Karena itu, katanya, isu sterilisasi NU dari politik patut diwaspadai.

“Para calon ketua umum PBNU hendaknya berhati-hati menggunakan isu itu,karena setidaknya ada tiga kepentingan terkait isu, mulai dari kepentingan yang murni hingga kepentingan yang merugikan NU,” katanya.

Tiga kepentingan di balik itu adalah mereka yang ikhlas berbakti pada NU melalui mabadi khoiro ummah (civil society), serta mereka yang sudah mempunyai parpol dan tak ingin kehilangan suara dari NU.

Kepentingan lainnya, mereka yang ingin memotong jalur aspiratif nilai agama dengan pemerintahan atau negara.

0 comments:

Post a Comment

banner125125 d'famous_125x125 ads_box ads_box ads_box